TRAGEDI KANJURUHAN, DUKA BESAR PECINTA SEPAK BOLA

 


    Kanjuruhan adalah sebuah stadion sepak bola yang terletak di kacamatan kepanjen kabupaten Malang, kapasitasnya berjumlah 30.000 penonton.  Stadion ini merupakan kandang Arema FC yang bermain di liga 1 dan persekram metro FC yang bermain di liga 3.

    Dilansir dari Antara, sore itu hujan deras merata mengguyur Kota Malang hingga Kabupaten Malang, Jawa Timur, menjelang pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan.

    Laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya memang merupakan pertandingan besar yang sarat dengan perebutan gengsi bagi kedua tim maupun para pendukungnya. Malam itu, ada kurang lebih 42 ribu pendukung yang memadati stadion tersebut. Pertandingan berjalan lancar hingga peluit akhir ditiup wasit Agus Fauzan Arifin, dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu.

    Sayangnya Sejumlah pendukung yang merasa kecewa pada tanggal 1 Oktober 2022, sebuah insiden penghimpitan kerumunan yang fatal terjadi pasca pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menyusul kekalahan tim tuan rumah Arema dari rivalnya Persebaya Surabaya, sekitar 3.000 pendukung Arema memasuki lapangan. Sedikitnya 125 orang tewas, di antaranya 32 anak-anak, dan 180 lainnya luka-luka menyusul terinjak-injak dalam pertandingan antara rival Arema FC dan Persebaya Surabaya di kota Malang.

    Tragedi Kanjuruhan Malang ini memunculkan isu penting yang kerap kali di abaikan oleh publik yaitu faktor pengendalian keamanan dan regulasi. Siapa yang bertanggung jawab atas pengendalian keamanan?
    


    Penanganan kerusuhan oleh aparat keamanan menjadi sorotan utama dalam persoalan ini. Bukan hanya tindakan kekerasan, sebagaimana terlihat dalam banyak video amatir yang beredar, tetapi juga penggunaan gas air mata yang untuk mengendalikan massa. Padahal, dalam aturan FIFA penggunaan gas untuk mengendalikan massa dilarang.
  
    Pakar hukum pidana dari universitas Trisakti Abdul Fickar hadjar pun mengatakan keputusan polisi dalam pengendalian keamanan menggunakan gas air mata di dalam stadion merupakan kekeliruan besar. Akibatnya,situasi kacau hingga menyebabkan nyawa penonton melayang.

    Jika seandainya aparat keamanan tidak melemparkan gas air mata ke arah supporter atau penonton, maka peristiwa ini tidak memakan banyak korban jiwa bahkan tidak ada sama sekali. Untuk itu diharapkan tragedi maut kanjuruhan sudah sepatutnya tidak terulang lagi. Apalagi memang tragedi tersebut juga sudah membuat mata dunia tertuju kepada Indonesia, dan itu dibuktikan dengan banyaknya media luar negeri yang memberitakan tentang kericuhan di Stadion Kanjuruhan. Dan sebaiknya kejadian ini diinvestigasi mendalam secara independen dengan melibatkan semua unsur termasuk para ahli K3, ahli kedaruratan, perancang stadion, dan pihak lainnya. Hasil investigasi dan pembelajaran terpetik dari tragedi tersebut harus disosialisasikan agar kecelakaan serupa dapat dicegah dan menjadi pembelajaran bersama.


KELOMPOK 2

Ø Muh Firman Hidayat (04)
Ø Muh Takdir Hasnawi(05)
Ø Muh Tansir Haris (06)
Ø Dila Septiyaningsih (16)
Ø Nurul Miftahul Jannah (29)
Ø Rafikah Rafitri (31)
Ø Rahmi Anugrah H.Yahya (32)


Komentar